Oleh: Wahyu Saptio Afrima
Penulis sekarang berdomisili di Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Mahasiwa jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.
Parewa.co | Jika berbicara tentang Sumatera Barat banyak sekali sebenarnya hal-hal yang bisa diulas. Dengan kekayaan bentang alam yang sangat indah memanjakan mata sejauh mata memandang. Keberagaman budaya serta tradisi yang ada, sebut saja sistem kekerabatan Matrilineal yang unik dan sangat berbeda dengan daerah lain bahkan dengan negara di dunia.
Minangkabau adalah etnis terbesar yang mendiami hampir seluruh wilayah di provinsi Sumatera Barat, namun dalam etnis Minangkabau juga terdiri dari beragam suku atau klan. Secara geografis orang Minangkabau membagi wilayah mereka dalam tiga bagian, pertama dengan sebutan Darek atau Luhak, kedua Rantau, dan ketiga pasisia. Darek atau luhak adalah daerah yang berada di dataran tinggi dan pedalaman Minangkabau, yang disebut juga pusat Minangkabau, rantau adalah daerah diluar luhak yang dijadikan tempat mencari penghidupan oleh masyarakat darek, sedangkan pasisia daerah yang berada di sepanjang pantai barat Minangkabau.
Di daerah Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman ada sebuah tradisi yang mungkin jarang terdengar dan ternyata sampai saat ini masih eksis dilaksanakan yaitu tradisi Batajau Silek. Batajau Silek adalah sebuah tradisi silaturahmi yang saling mengunjungi sasaran Silek di antara berbagai perguruan yang ada di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. Dalam pelaksanaannya masing-masing perguruan akan menampilkan beberapa pasang anak sasian (murid), mereka bebas menampilkan jurus dan teknik apapun dengan pasangannya, biasanya mereka menampilkan beberapa jurus mancak yang telah dipelajari. Peserta yang tampil ini biasanya sesuai tingkat keilmuannya dalam perguruan, untuk pembuka gelanggang biasanya dibuka oleh pangka atau tuan rumah. Setelah dibuka pangka barulah dilanjutkan oleh penampilan dari perguruan lain yang disebut dengan Alek.
Batajau Silek dilaksanakan biasanya sekali dalam dua minggu atau dua kali dalam sebulan atas kesepakatan guru- guru, pendekar – pendekar, serta Ninik Mamak. Biasanya sebelum Batajau Silek dimulai Ninik mamak beserta seluruh pangka dan alek akan berunding terlebih dahulu untuk menentukan minggu selanjutnya akan dilaksanakan di mana. Batajau Silek biasanya dilakukan setiap malam minggu, karena mempertimbangkan murid-murid yang masih sekolah, jika malam minggu besoknya mereka tidak sekolah sehingga kalaupun begadang tidak mengganggu sekolah mereka.
Tradisi Batajau Silek ini dilaksanakan tidak terlepas dari makna dan filosofi Silek itu sendiri. Silek yang artinya silaturahmi yaitu bagaimana cara kita dalam menjaga hubungan baik dengan sesama. Silek tidak hanya persoalan tentang bela diri dan cara melumpuhkan lawan tetapi lebih luas dari itu, yaitu bagaimana cara mengilhami makna silat itu sendiri, menjadi manusia yang paham menghormati dan menjaga sesama serta melaksanakan segala perintah Tuhan sebagai pencipta.
Setiap daerah di Padang Pariaman dan kota Pariaman memiliki ciri khas dan aliran berbeda dalam silat. Perbedaan aliran tadi disebabkan juga oleh faktor geografis daerah masing – masing, dan ada juga karena inovasi yang dilakukan oleh guru- guru, sebab pada umumnya seorang guru tidak belajar satu aliran silek saja, namun juga mempelajari berbagai aliran yang ada setelah itu beliau kolaborasikan menjadi sebuah gerakan dan teknik yang lebih efisien dan sederhana, sehingga muncullah beberapa aliran walaupun pada dasarnya hanya satu induk aliran.
Dahulunya Batajau Silek hanya dilaksanakan di kecamatan Lubuk Alung, kecamatan Batang Anai serta kota Pariaman atas inisiatif guru- guru Silek yang ada di daerah tersebut, karena keprihatinan mereka terhadap minat generasi muda yang sangat minim untuk mempelajari bela diri tradisi. Generasi muda beranggapan bahwa Silek telah ketinggalan zaman dan tidak lagi relevan untuk dipelajari zaman kini. Oleh karena itu dilaksanakannya Batajau Silek dengan tujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat khususnya generasi muda tentang bagaimana sebenarnya silek Minang itu sendiri.
Batajau Silek tidak terfokus dilaksanakan di sasaran silek saja, namun bisa di mana saja disuatu kampung tersebut, biasanya di lokasi mudah diakses dan dekat keramaian. Tujuannya agar bisa disaksikan siapapun serta dapat menumbuhkan kembali minat generasi muda untuk belajar Silek setelah melihat penampilan dari teman – teman mereka.
Biasanya Batajau Silek dilaksanakan sesudah sholat isya sampai tengah malam, bahkan jika alek yang datang ramai gelanggang akan selesai hampir adzan subuh saja. Penampilan dari anak sasian bergiliran dari yang baru belajar sampai yang telah senior. Biasanya semakin larut yang tampil makin senior dan makin pandai pula. Setiap perguruan biasanya dapat tampil sebanyak dua atau tiga kali tergantung kondisi di lapangan apakah alek yang datang banyak atau tidak.
Setelah semua anak sasian tampil, di akhir acara akan ditutup oleh satu atau dua pasang guru silat yang berasal dari perguruan yang berbeda. Sebelum guru mamancak di gelanggang seluruh anak sasian akan disuruh untuk memasang Deta (kain penutup kepala yang biasa dipakai pesilat). Makna dari menyalami guru ini adalah menyatukan kembali bahwasanya kita semua pada dasarnya satu dan bersaudara. Walaupun berbeda aliran guru yang tampil seakan- seakan tidak ada perbedaan, semua jurus yang ditampilkan mengalir. Saat guru tampil semua murid diminta untuk menyaksikan dengan seksama karena disinilah nantinya akan dibuka sedikit isi silat oleh guru yang tampil, isi maksudnya adalah teknik seperti penguncian, serangan dan tangkisan. Setelah guru tampil barulah gelanggang usai dan pulang menuju rumah masing- masing.
Hari ini pasca Virus Corona melanda, ternyata wabah tersebut tidak hanya memporak porandakan ekonomi, kesehatan, dan kehidupan masyarakat, ternyata juga berdampak pada pelaksanaan Batajau Silek. Apakah karena terlalu lama vakum didinginkan oleh Corona atau bisa jadi karena telah surutnya semangat guru- guru serta pendekar dalam melaksanakan tradisi tersebut.
Sebab sama- sama kita ketahui bahwa semua pembiayaan setiap acara hanya ditanggung oleh masyarakat kampung, itupun kalau masyarakatnya peduli dan peka, sebab seringkali dompet gurulah yang tandas jika Batajau dilaksanakan di kampungnya. Begitupun dengan semua alek yang datang dari jauh, semua biaya seperti minyak kendaraan, makan dijalan serta kebutuhan perjalanan ditanggung sendiri.
sengaja memang ada orang baik seperti anggota Dewan yang datang bersimpati untuk memberikan sumbangsih apakah berupa uang atau sekedar dukungan dan janji – janji belaka. Dibalik semua itu sudah menjadi rahasia umum, bahwa ada udang dibalik batu biasanya mereka akan datang disaat angin – angin tahun politik sudah merebak dan sudah jelas sekali apa tujuan dibalik itu semua.
Semoga segala niat baik guru- guru kita selalu dimudahkan, semua tradisi kita dapat lestari sampai kapanpun, dan pinta yang paling besar sekali kepada pemerintah atau instansi terkait agar memberikan perhatian terhadap segala upaya dan niat tulus dari masyarakat untuk menyembuhkan apa yang kita punya, sebab kalau bukan kita siapa lagi.
(*)