Oleh: Wahyu Saptio Afrima
Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
Banyak hal yang dilakukan masyarakat dalam menyambut bulan suci Ramadhan, semua itu tidak bisa terlepas dari nilai budaya, tradisi serta pengaruh agama yang berkembang khususnya ajaran Islam di Minangkabau. Berbagai tradisi telah diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, khususnya oleh masyarakat Padang Pariaman. Banyak sekali sebenarnya tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Padang Pariaman dalam menanti kedatangan bulan suci dan penuh berkah salah satunya ialah tradisi “Manutuik Kaji”.
“Manutuik” artinya menutup dan “Kaji” adalah mengaji, ilmu, dan pembelajaran. Jadi tradisi Manutuik Kaji adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat yang sedang dalam proses belajar baik ilmu agama, adat ataupun budaya daerah sebelum bulan puasa tiba.
Selama bulan puasa proses belajar dan mengajar dihentikan sementara dan akan dimulai setelah lebaran sesuai waktu yang disepakati bersama. Dikenal sebagai daerah yang memiliki berbagai keberagaman tradisi dan budaya yang khas, dan sebagai daerah pusat sentral perkembangan Tarekat Syattariyah di Sumatera Barat. Berbagai tradisi masyarakat tidak bisa terlepas dari pengaruh Tarekat ini. Boleh dibilang hampir seluruh praktik agama, adat dan budaya di Padang Pariaman di akulturalisasi oleh ajaran Tarekat Syattariyah, begitu juga dengan tradisi Manutuik Kaji.
Jika dilihat dari sisi ajaran Islam, Manutuik Kaji memang tidak pernah diajarakan oleh Rasulullah SAW, tetapi tradisi ini bukanlah sebuah bentuk ajaran baru dan menentang aqidah. Tradisi ini hanyalah sebuah bentuk cara masyarakat Padang Pariaman menghormati guru dan ilmu yang dipelajari serta bentuk syukur kepada Allah SWT, sebab bulan suci yang paling ditunggu akan datang dan kita harus mempersiapkan diri menyambutnya.
Tradisi Manutuik Kaji bukanlah sebuah ritual atau upacara keagamaan yang berseberangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada yang bertentangan dengan Akidah Islam, semuanya tetap dalam aturan syarak dan agama. Tradisi ini tidak jauh berbeda dengan acara syukuran biasa, hanya saja dilakukan sebelum bulan puasa tiba, oleh orang- orang yang sedang menuntut ilmu di Pariaman.
Berbagai tradisi dan budaya yang masih terjaga dan eksis hingga kini, seperti latihan di sasaran Silek(silat) tradisi. Seperti yang dilakukan oleh Perguruan Silek Tuo Harimau Damam di Nagari Sintuk Toboh Gadang. Biasanya seminggu mendekati bulan Ramadhan sebelum Manutuik Kaji seluruh anggota perguruan silat akan hadir dan diundang juga guru-guru yang sealiran dengan perguruan Silat Tuo Harimau Damam.
Manutuik Kaji sebelum puasa ini dimulai setelah isya hingga larut malam. Untuk pembuka biasanya yang tampil terlebih dahulu adalah murid-murid yang baru belajar secara berpasangan, seterusnya semakin larut malam murid yang tampil semakin senior pula dari tingkat kepandaian dan ilmunya. Setelah semua murid tampil, biasanya dua hingga tiga kali kesempatan, barulah guru tampil dengan guru lain atau dengan murid paling senior dan menjelaskan isi kaji dari latihan yang dipelajari malam itu. Setelah semua rangkaian latihan selesai barulah ditutup dengan berdoa bersama dan saling maaf-maafan semua anggota perguruan.
Lain lagi halnya dengan belajar pepatah-petitih minangkabau atau disebut “Alua Pasambahan” di Nagari Punggung Kasiak, Kecamatan Lubuk Alung dibawah pimpinan Bapak Afrima Urja. Seminggu sebelum bulan puasa tiba puluhan murid yang terdiri dari berbagai usia umumnya pria yang sudah berkeluarga dan remaja berkumpul di rumah guru untuk manutuik kaji selama bulan puasa. Mereka membawa rantang yang berisi nasi beserta lauk pauk, tidak ketinggalan juga buah sebagai cuci mulut setelah makan.
Tetangga dekat, beberapa tokoh masyarakat diundang untuk hadir, dan yang lebih penting adalah dipanggil juga seorang Tuanku(ustadz) atau “urang siak” untuk memimpin membacakan doa-doa. Sebelum doa dibacakan terlebih dahulu maksud dan tujuan dipanggilnya Tuanku disampaikan oleh guru sendiri atau murid yang ditunjuk oleh guru.
Tujuan yang pertama adalah dikarenakan bulan suci Ramadan akan datang semoga kita tetap diberi keimanan, kesehatan dan hidayah dalam menjalani ibadah. Kedua, karena wirid mingguan akan ditutup sementara semoga ilmu yang didapat diberi keberkahan oleh Allah SWT dan tidak hilang. Ketiga, meminta doa semoga kampung dan nagari jauh dari bala dan penduduknya terjaga dari perpecahan serta selalu dalam ukhuwah. Keempat, semoga arwah guru-guru terdahulu yang telah mewariskan ilmunya diberi syafaat dan pahala tiada putus serta dilapangkan alam kuburnya berkat jasa beliau dan doa yang kita pintakan.
Setiap halaqah-halaqah belajar baik itu di sasaran silat, belajar petatah petitih adat, wirid di Surau ataupun organisasi masyarakat yang berbaur tradisi Minangkabau di Padang Pariaman pada umumnya memiliki kesamaan tradisi Manutuik Kaji dalam hal menyambut bulan suci Ramadhan. Walaupun juga terdapat sedikit perbedaan dalam pelaksanaannya. Namun intinya masih tetap sama yakni, berdoa bersama meminta keberkahan atas segala ilmu yang dipelajari, serta sebagai bentuk menghargai jasa semua guru yang telah mewariskan ilmunya, dan hal yang paling utama adalah momen saling maaf-memaafkan antara semua anggota sebelum Ramadhan tiba.
Bulan Ramadahan adalah bulan yang suci, maka harus disambut dengan hati yang bersih dan terbebas dari dendam kesumat dan permusuhan. Itulah sebenarnya inti dari tradisi Manutuik Kaji, jika ada khilaf dan salah dalam bergaul maka ini adalah momen yang tepat untuk saling memaafkan. Supaya dalam menjalani puasa Ramadan tidak ada lagi rasa sakit hati atau dendam yang ada di hati, khususnya sesama murid di tempat mereka belajar.
Semoga segala bentuk keberagaman tradisi yang ada adalah sebagai bentuk lambang kekayaan budaya daerah yang mesti dijaga, sebab setiap daerah umumnya memiliki keunikan tersendiri dengan daerah lain dari segi tradisi yang lahir ditengah masyarakatnya. Seyogyanya perbedaan adalah simbol kekayaan dan persatuan bukan sebab muasal titik untuk saling hujat satu sama lain dan menyulut api perpecahan antara kita. ()